Sebenar nya ini cerpen nyes banget ya! Ini cerpe buat lu sama lu ,ini cerita nyeritain banget perasaan gue gimana *oke deh gak usah banyak bacot langsung aja readersss... *
Ku pandangi pemandangan di luar kamarku lewat balkon kamarku yg menurutku memang biasa saja. Lamunan dan khayalan yg menyelimuti hatiku, semilir angin yg berhembus menemani lamunanku ini. Terkadang rambut panjang yg ku biarkan terurai berterbangan.
Sempat aku berfikir sebenarnya siapa aku? Dari mana asalku? Siapa pula keluargaku? Itu semua memang sempat terlintas di kepalaku, tapi kini dengan mantap aku dapat mejawab, aku adalah seorang anak panti asuhan yg tidak jelas dari mana asalnya? Kapan aku dilahirkan? Serta yg tak jelas pula siapa keluargaku? Apakah jawaban itu pantas? Oh tidak, ternyata aku salah besar. Aku adalah seorang anak yg cukup beruntung karna di taruh oleh orang tuaku di depan panti asuhan ini, sehingga aku tidak trlantar di jalanan. Dan asalku ya dari rahim ibuku, meski aku tak tahu siapa ibuku, lalu keluargaku adalah orang-orang yg berada di sekelilingku dan menyayangiku.
***
"Doorr.." hentakan yg cukup mengagetkan itu membuyarkanku dari lamunanku.
"Ya ampun Cica! Ngagetin kakak ajadeh." Aku menengok dan kudapati seorang anak yg kira-kira berusia 8 tahun namun senasib denganku.
"Hehe, lagian kakak ngelamun mulu sih." Cica nyengir kuda.
"Hm, bukan ngelamun tapi cuma nikmatin angin sore aja gitu." Dustaku.
"Ohh, kakak di panggil sama bunda."
Aku hanya mengangguk dan berjalan mencari sosok seorang yg merawatku dari kecil hingga sebesar ini.
Terlihat bunda sedang merajut sapu tangan. Akupun menghampirinya dan duduk di sebelahnya.
"Ada apa bun?"
"Gpp, bunda cuma mau bilang sama kamu, kalo anak panti yg umurnya udah 17 tahun kan bakalan keluar dari panti ini tapi.." ucapan bunda itu menggantung dan aku makin penasaran. "Tapi bunda gak rela kamu harus pergi dari sini Cha." ucap bunda lirih.
"Bunda.. Icha juga gak mau pisah dari bunda dan yg lainnya. Tapi tenang bun umur Icha masih 16 tahun kok :)" Aku berusaha tersenyum untuk menghibur bunda. Di panti asuhan ini memang aku yg paling besar usianya. Yg lainnya si udah pada keluar karna memang bgitu peraturannya
Pagi ini aku bersiap untuk berangkat sekolah. Walaupun tinggal di panti tapi aku sekolahnya di sekolahan yg cukup elit loh. Pasti kalian berfikir karna aku ini pintar, rajin, dan maka dari itu dapat beasiswa? Hm itu salah besar, kalo di bilang pinter sih aku gak pinter-pinter amat. Apalagi rajin, hadeuh aku kan males nya gak ketulungan. Tapi panti kami ini memiliki donatur yg membiayai pendidikan semua anak panti.
***
Ku iringin langkahku, sampai akhirnya akupun tiba di depan sebuah kelas yg sudah cukup ramai. Saat hendak menuju tempat duduk ku, mataku terbelalak melihat sosok seorang cowok sedang duduk di tempat duduku. Aku jadi bingung harus masuk apa ke kantin dulu yaa? Tapi kalo masuk bisa salting abis nih. Ahh mau ke kantin dulu ajadeh.
"ICHAA.." suara yg cukup cempreng itu menggema dari arah belakangku. Sudah tak asing lagi bagiku dengan suara itu. Akupun membalikan badan dan benar kan tebakan ku. Dia adalah Tasya. Sahabatku sekaligus teman sebangkuku.
"Icha kok lo gak jadi ke kelas sih? Kenapa? Takut salting yah gara-gara ada Mor.." belum sempat Tasya melanjutkan kalimatnya aku langsung membekap mulutnya.
"Berisik!! Lagian juga siapa yg suka sama dia sih." Ucapku dengan nada berbisik.
"Ahh masa sih.." Godanya semakin menjadi sambil mengedipkan matanya dengan genit.
"Udah udah ayolah ke kelas."
Aku langsung menarik paksa tangan Tasya dan berjalan menghampiri kelas. Untung saja sosok cowok tadi sudah tidak ada. Yap orang itu bernama Handy Morgan Winata, biasa di sapa Morgan. Dia adalah sosok cowok yg selama ini menjadi First Love and My Love in heart.
Si Tasya sebenernya tahu, tapi aku males ngeladeninnya. Abis bisa berkepanjangan urusannya kalo udah sama Tasya. Jadi aku hanya bilang kalo aku sudah tidak menyukainya. Padahal aku masih sangat sangat mencintai sosok Morgan.
***
Teett.. Tett.. Tettt.
Bel berbunyi 3x bertanda pelajaran akan di mulai. Semua siswa pun memasuki kelasnya tak terkecuali aku.
Guru biologi pun masuk untuk menerangkan pelajaran. Namun sebelum menjelaskan pelajaran guru biologi yg bernama Pa Rizal mengucapkan kalimat yg membuatku tersentak kaget.
"Silahkan kumpulkan PR kalian, yg tidak mengerjakan maju kedepan." Tegas guru itu dan membuatku melongo. Aku lupa ngerjain PR nih.
Tasya melirik ke arahku yg sepertinya sedang gelapan karna ketakutan.
"Kenapa? Gak ngerjain?" Tebak Tasya dan tepat sekali.
"Ihh bukan gitu tapi.." Belum sempat aku melanjutkan kata-katanya sudah di potong dengan seseorang yg ada di belakangnya.
"Lupa ngerjain, yaelah si Icha mah geus paribasa.." Sergapnya sambil menggunakan bahasa sunda.
"Ihh tau ajah nih curut! Emang lo udah ngerjain?" Aku menengok ke belakang dan kudapati seorang cowok tengil berbehel sedang meledeku.
"Eits, Bisma Karisma mah pasti udah dong. Udah cepet lo maju, nanti di rebus loh sama Pak Rizal." Ledek Bisma.
"Iya, kagak usah di suruh juga gue maju kali. Tapi gue yakin tuh lo juga gak ngerjain di rumah, boleh nyalin kan lo tadi pagi." Balasku sambil berdiri menuju kedepan kelas. Bisma hanya nyengir sambil menunjukan sederet giginya yg kayak di penjara itu.
Dengan lesu aku maju ke depan. Dari sekian banyak murid yg ada di kelas ini hanya aku yg tidak mengerjkan tugas? Widih pada rajin bener anak kelas ini. Saat ku berpapasan dengan Pak Rizal, ia menatapku tajam, wajahnya yg seram itu langsung melotot ke arahku, mukanya mulai memerah dan ngebul bagaikan api yg bergejolak seperti di neraka, pokoknya serem deh. Kalo di ibaratkan mirip malaikat pencabut nyawa ataupun penjaga pintu neraka kali.
"KAMU LAGI, KAMU LAGI! APA KAMU GAK ADA WAKTU BUAT NGERJAIN TUGAS SAYA?!" Bentaknya yg membuatku takut dan hanya menundukan wajahku.
"Saya lupa pak.." Jawabku pelan.
"Sekarang kamu keluar!!"
Tanpa pikir panjang dan dari pada kena semprot lagi akupun melangkahkan kakiku ke luar kelas. Entah apa yg disuruhnya aku pun belum tau. Namun setelah beberapa menit aku hanya berdiam memandangi lapangan yg tepat berada di depan kelasku itu, Pak Rizal datang dan menyuruhku membersihkan gudang sekolah ini. Aku hanya menurut dan berjalan lesu.
Sesampainya di gudang aku melihat suasana gudang yg sangat berantakan. Banyak buku-buku yg tidak terpakai dan benda-benda ekstra kulikuler yg tidak dipakai pula, dan banyak laba-laba yg membuat sarang disini, serta yg palingku takutkan adalah suara tikus yg spertinya berada di dekatku. Astaga?! Bagaimana ini? Aku benar-benar takut, aku sangat phobia dengan tikus.
"AAAA.." Jeritku seketika melihat tikus berada di pundakku.
"AAAA, Hiks hiks, gue takuttt.." Rengekku dengan keadaan merungkut karna rasanya semua anggota gerakku tak dapat di gerakan semua.
"Hush, hush.. Lo gpp?"
Tiba-tiba seseorang datang sambil mengusir tikus itu dan menatapku khawatir.
"T..t..t.. Tasya? Gue takut." Spontan aku langsung memeluk orang itu yg ternyata adalah Tasya, sahabatku.
"Tenang Cha, udah pergi kok tikusnya."
"Lo kok ada disini?" Aku menatapnya heran, kok bisa sih dia ada disini? Bukankah tadi ia telah mengerjakan PRnya.
"Gue takut lo kenapa-napa. Abis tadi gue denger Pak Rizal nyuruh lo ngeberesin gudang, di gudang kan banyak tikus, dan lo takut sama tikus. Yaudah, bisa diatur itumah." Tasya tersenyum manis ke arahku. Dan aku pun membalasnya dengan senyuman pula. "Kita beresin bareng-bareng yaa.." Lanjutnya. Akupun mengangguk pelan.
Tasya memang benar-benar sahabatku. Ia ada disaat aku membutuhkannya. Ia mau berteman denganku walaupun keadaanku hanyalah seorang anak panti asuhan, sedangkan dia anak seorang pengusaha terkenal. Aku sangat menyayanginya, karna dia adalah sahabat terbaikku. Tasya.
***
Karna tak mau menyusahkan dan membebani Bunda terlalu banyak, aku biasa pulang sekolah bekerja di toko buku. Aku diantar oleh Tasya ke tempat magangku itu.
"Cha, gue duluan yaa.. Gue ada janji sama Reza." Ucapnya ketika sampai di depan toko buku.
"Ciee,, yg mau jalan. Yasudah pergi saja sanah.." Godaku sambil berbicara ala iklan mie sedap. Ia hanya tertawa.
Dari pulang sekolah jam 2 siang, hingga jam 7 malam aku berada di toko buku ini. Hm bosen memang, baru jam 4 aja aku sudah bosan, ku putuskan untuk melihat-lihat novel keluaran baru. Iseng-iseng akupun membacanya, dan adapula yg sudah terbuka. Yaudah itusih rejeki buat ngilangin bete.
"Icha! Kamu bukannya kerja malah baca novel!" Tegur seorang wanita yg lebih tua dariku dan sudah berada dibelakangku serta menatapku tajam.
"Hehe Mbak, maaf Mbak abis bosen.." Aku nyengir sambil menengok ke arah orang itu yg ternyata adalah Mbak Eni, atasanku.
"Sudah lanjutkan pekerjaan kamu. Ada buku baru yg belum di rapihkan cepat kamu susun!"
"Iya Mbak.."
Mbak Eni pun pergi dan semakin lama punggunya semakin jauh tak terlihat oleh mataku. Namun terdengar suara dari arah sebelahku.
"Mentng-mentang magang di toko buku, buku-bukunya malah dibacain. Gak mau rugi banget sih." Sindir seseorang disebelahku. Akupun langsung menoleh, dan orang itu adalah...
"Ihh Bisma apasih.." Aku memukul pundaknya orang itu yg ternyata adalah Bisma.
"Haha, lagian lo lagi kerja malah baca buku."
"Biarin :p lo ngapain disini? Mau nyolong buku yah.." Godaku.
"Eits, enak ajah lo! Yaa gue mau beli lahh.."
"Tumben kagak minjem di perpus, biasanya kan lo demennya cuma minjem." Ledekku sambil berjalan untuk merapikan buku baru. Bisma pun mengikuti ku dari belakang.
"Hm, maunya sih gitu. Tapi aku rasa kamu itu kayak perpustakaan deh, karna semuanya yg aku cari ada di kamu.." Ucap Bisma nggombal.
"Jiahh, gue juga bisa nih.. Kamu tau kan mesin kasir itu." Aku menunjuk ke arah mesin kasir. "Dia emang bisa ngitung jumlah buku atau harga, tapi dia gak bisa ngitung betapa banyaknya rasa cinta aku ke kamu.." Balasku dengan gombalan juga, sebenernya aku seneng kalo maen beginian. Gak peduli sama siapa? Kadang-kadang, adik-adik di panti asuhan aja aku gombalin.
Ku tengok ke arah belakang ternyata Bisma sudah pergi, mungkin lagi nyari bukunya kali yaa. Akupun berjalan menuju rak buku sastra untuk membereskan buku-buku disitu.
Kususuri rak bagian buku sastra dan ku rapikan bukunya. Namun entah mengapa satu-persatu buku itu bergeser seperti ingin jatuh, dan benar saja..
'Brughh'
Buku-buku sastra yg besar itu jatuh menimpa kepalaku. Sungguh sakitnya bukan main, aku langsung jatuh tersungkur ke lantai. Kepalaku bagaikan ada bintang yg berputar-putar seperti di film kartun. Tiba-tiba ada seorang datang menghampiriku.
"Cha lo gpp?" Tanya orang itu menghampiriku.
"Pusing banget, pala gue pusing.." Aku masih bergumam tak karuan dan melihat orang pun aku masih tak jelas.
"ICHAA!! Kamu ngapain lagi?! Ko bisa berantakan begini?!" Suara yg cukup keras itu mengangetkanku lagi dan membuatku langsung fresh kembali. Rasa pusing yg tadi menyelimutiku seketika hilang saat mendengar teriakan macam dajjal itu.
"M..ma..maaf Mbak, aku gak se..ngaa...jaaaa..." Kata-kataku terputus karna aku langsung pingsan. Semua bayangan yg ada di hadapanku mulai meredup. Entah siapa orangnya aku tak tau namun rasanya ada yg menggendongku. Sungguh hari yg sangat sial bagiku.
***
Seorang lelaki mengemudikan mobilnya tak tau harus kemana. Ia kebingungan karna ada seoang wanita yg pingsan di mobilnya. Dan parahnya lagi ia tak tau harus mengantarkan wanita itu kemana?
"Aduhh, ini manusia nyusahin banget deh. Musti gue bawa kemana coba?" Gerutunya.
Wanita itupun tersadar dari pingsannya namun msih dengan berat kepala. Yap wanita itu adalah Aku.
"G..gu..gue dimana?" Gumamku sambil memegangi kepalaku yg masih terasa pusing.
"Di mobil gue! Rumah lo dimana sih? Gue bingung tau dari tadi muter-muter kagak tau rumah lo!" Dumelnya namun pandangannya masih terfokus ke mobil.
"Rumah gue? Hm.. Gue gak punya rumah.." Jawabku singkat.
"Lah? Terus lo tinggal dimana dong?"
"Panti asuhan mutiara." Aku berusaha untuk terbangun dari sandaranku di jok mobil itu.
"Dimana lagi itu daerahnya? Gue gak tau.." Dia pun langsung mengerem mobilnya. Ciittt..
"Loh kok berhenti?" Tanyaku bingung.
"Terus gue musti kemana? Panti asuhan mutiara aja gue kagak tau?" Sahutnya jujur. Aku menoleh ke arahnya yg kebingungan.
"Ya ampun Bisma! Kamseupay banget sih lo?! Masa kagak tau, di jalan arian no 7." Ungkapku.
Srrttt.. Yap Bisma pun langsung mengemudikan mobilnya lagi. Mobil itu melesat dengan kecepatan sedang, tak lama kemudian kita pun berhenti tepat di depan panti.
"Thanks.." Aku menengok ke arahnya dan membuka pintu mobilnya.
"Udah gak pusing?"
"Nggak kok.."
***
Dikamarnya Tasya sedang mendengarkan musik dari headset yg terpasang dikupingnya. Tiba-tiba BBnya bergetar menandakan ada sms masuk. Diliriknya layar BBnya sejenak dan dibuka pesan itu.
"No gak di kenal.." Gumamnya.
From: 081xxxxxxxx
Hy..:)
Dengan penasaran Tasya langsung membalasnya.
To: 081xxxxxxxxx
Siapa nih?
Lalu tak lama menunggu orang itu langsung membalas.
From: 081xxxxxxxx
Your classmate
Tasya menggaruk kepalanya seraya berfikir. Karna teman kelasnya kan bukan satu atau dua orang, jadi ia mana tau itu siapa. Mana ia lagi males mikir lagi.
"Siapa sih ni orang? Gue sebutin aja kali satu-satu nama temen kelas gue! Biar pusing sendiri tuh orang." Fikir Tasya mulai jail.
To: 081xxxxxxxxx
Siapa? Bisma? Dian? Sila? Andi? Dion? Siska? Morgan? Randi? Tara? Leni? Dicky? Ciko? Rara? Aldo? Indah? Sesil?
Tasya tersenyum jahil setelah membalas sms nya. Ia melanjutkan aktifitas mendengarkan musiknya lagi. Namun orang itu membalas sms nya dengan cepat.
From: 081xxxxxxxxx
Ehh gila! Kagak usah dsbutin smua juga kaleee!!
Tasya membacanya namun tak dibalasnya kali ini. Paling ulah orang iseng, karna mengantuk ia langsung memejamkan matanya. Ia pun terlarut dalam tidurnya.
***
Pagi ini aku bersiap untuk sekolah. Setelah sarapan sebentar aku langsung keuar untuk mencari angkot. Tak perlu berlama menunggu akngkot sudah ada di depanku, akupun langsung menaikinya.
***
Sesampai di sekolah aku bertemu Tasya yg baru datang pula dengan mobil Honda Jazz nya itu. Tasya membuka kaca mobilnya untuk sekedar menyapaku.
"Ichaa.." Sapanya dari dalam mobil sambil melambaikan tangan. Aku membalas lambaian tangannya itu sambil tersenyum. Setelah memarkirkan mobilnya Tasya langsung mengejarku dan mensejajarkan jalannya denganku.
"Ehh!! Nanti pulang sekolah anterin gue yuk.." Ucapnya di sela-sela perjalanan kami menuju kelas.
"Kemana?"
"Beli kaset korea, kemaren gue ketinggalan nonton drama korea. Yaudah gue mau beli ajadeh kasetnya." Jelasnya sambil memainkan BBnya.
"Okedeh.." Akupun tersenyum ke arahnya. Namun Tasya masih fokus ke BBnya. Sebenernya dia lagi ngapain sih? Serius amat? Karna penasaran akupun meliriknya. Ku kira ia lagi BBMan, ternyata aku salah. Dia lagi smsan. Sama siapa lagi?
"Smsan sama siapa hayoo??" Godaku sambil melirik ke BBnya.
"Gak tau nih? Abstrak banget nih orang, gue tanya siapa dia cuma jawab. Your Classmate." Jelasnya.
"Hm berarti temen kelas kita lah!"
"Yaiya gue juga tau, cuma kan temen sekelas kita banyak. Si Bisma kali yah? Ntu anak kan jail.." Tebak Tasya. Tak terasa kami sudah memasuki ruang kelas kami. Akupun duduk di samping Tasya.
"Ntu si Bisma, tanya aja." Aku menunjuk kearah belakang dan terdapat Bisma juga lagi mainin BBnya.
"Hm, ntu anak juga lagi maenin hp. Coba tanya ahh.."
"Ehh coba liat nomornya.." Pintaku. Tasya pun mengulurkan BBnya kepadaku. Ia langsung mengintrogasi Bisma. Dan Bisma pun mati-matian mengelak.
Kulihat nomor yg dimaksud Tasya itu, namun sepertinya familiar sekali dalam ingatanku. Ku cocokan nomornya dengan yg ada di Hpku, ternyata benar itu nomornya. Itu nomor dia, Morgan!
Ohh iya walaupun tinggal di panti aku juga punya hp dong. Gak sebagus hp Tasya, Bisma, apalgi Reza yg hp nya android. Hp ku gak secanggih mereka, cuma hp china itupun pemberian Tasya.
Ngapain Morgan ngerjai Tasya? Apa aku bilang aja ke Tasya kalo ini nope Morgan? Ahh jangan deh, nanti dia malah ngeledekku lagi.
"Ehh Bisma ngaku ajadeh!!" Tasya masih ngotot ke Bisma dan Bisma masih mengelaknya.
"Ngaku apesih?! Orang nope lo aja gue gak tau!" Elak Bisma.
"Ehm, Cha hp gue mana? Sini deh.." Tasya meminta hp nya yg masih di genggamanku. Akupun menyodorkan hp milik Tasya.
"Nih, nope lo kan?" Ucap Tasya seketika menunjuk ke layar hp nya dan mengarah ke Bisma.
"Ihh bukan, tapi kayaknya gue kenal deh Sya." Bisma menggaruk kepalanya yg tak gatal seraya kebingungan. Ia pun mengutak-atik BBnya untuk mencari nope itu.
"Ohh iya ini si nope Morgan." Triak Bisma. Tasya pun langsung melotot ke arah Morgan, sedang Morgan hanya tersenyum jahil. Namun Tasya juga ikut menengok ke arahku. Apa maksudnya?
"MORGANN!! Lo kalo ngfans sama gue bilang-bilang dong!!" Triak Tasya dengan PDnya.
"Ish PD banget sih." Ucap Morgan sambil menengok ke arah Tasya.
***
Sepulang sekolah aku dan Tasya langsung melesat ke mall untuk mencari kaset. Sambil berjalan menuju parkiran untuk mengambil mobil Tasya kami bercanda gurau.
"Ehh Cha, si Morgan ngapain sih ngerjain gue?" Tanya Tasya.
"Mana gue tau, kan lo yg di kerjain.." Jawabku cuek.
"Ihh Icha cemburu." Ledeknya sambil menatapku dengan tatapan jail. Aku hanya diam pura-pura tak mendengar.
"Ehh lo gak minta anter Reza kok?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan kami.
"Reza ada urusan katanya."
***
Sesampainya di mall aku dan Tasya langsung ke toko kaset. Tasya sibuk mencari kaset korea yg di carinya, sedang aku merasa jenuh di toko kaset itu memutuskan untuk menunggu di luar.
Disebrang toko kaset aku melihat sosok cowok yg tak asing bagiku dengan seorang wanita. Jujur aku terkejut, awalnya ku kira salah liat, tapi benar, dia Reza! Pacarnya Tasya, lagi sama siapa tuh?
Dengan emosi karna aku tak mau hati sahabatku di permainkan akupun berjalan ke arah Reza dengan amarah yg memuncak. Ku tarik tangannya agar menjauh dari cewek itu dan aku mengomelinya dengan penuh emosi.
"Reza! Gue kira lo cowok baek, gak tanya lo playboy yah! Lo anggep apa Tasya selama ini?!" Aku menunjuk jijik ke arahnya dengan muak.
"Terus? Masalah gitu buat lo?" Ucapnya santai.
Plakk..
Aku tak menyangka sebuah tamparan mulus mendarat ke pipi Reza. Dan ternyata Tasya yg menamparnya, ia sudah ada di sebelah Reza. Reza memegangi pipinya yg habis di tampar Tasya.
"L..ll..lo tuh!! Argghh.. Gue benci sama lo Reza!" Tasya tak mampu berkata apa-apa lagi. Mungkin batinnya sudah tak kuat melihat Reza yg seperti itu. Tasya pun berlari entah kemana. Aku berusaha mengejarnya. Sedangkan Reza hanya diam mematung seakan tak punya dosa.
Kususuri seluruh bagian dari mall ini namun aku tak menemukan Tasya. Cepat sekali dia larinya. Kuputuskan untuk menelpon namun nomornya tidak aktif, di sms pun pending mulu. Mungkin Tasya butuh waktu untuk sendiri, jadi kuputuskan untuk pulang saja sendiri.
***
Sebuah mobil dengan kecepatan sangat tinggi ugal-ugalan di jalan. Tak peduli beberapa kendaraan di sekeliling nya mengklakson namun ia masih saja tetap kebut-kebutan di jalan.
Ciittt...
Mobil itu berhenti secara tiba-tiba ketika sang pengemudi hampir menabrak seorang pengendara motor di depannya.
"Ehh bisa naek motor gak sih lo!" Omelnya dan langsung pergi lagi melesatkan mobilnya hingga pandangannya semakin jauh dari sang pengendara motor itu.
Seseorang yg masih bengong di atas motornya malah jadi bingung.
"Gue yg salah? Apa dia yg salah sih? Kan dia yg mau nabrak gue, kok jadi gue yg di omelin?"
Beberapa pertanyaan malah memenuhi otaknya. Namun karna posisinya saat ini yg berada di tengah jalan, ia pun langsung pergi meninggalkan jalan itu.
"Bener-bener bikin gue penasaran, terkadang lo gak bisa diem, feminim, tapi kadang galaknya gak ketulungan." Gumamnya seolah tersenyum namun pandangannya tak lepas dari pandangan ke depannya yg lagi mengemudikan motor.
***
Peristiwa putusnya Tasya dengan Reza sudah semakin menyebar ke seluruh anak sekolahan. Bagaimana tidak, Reza yg terkenal sebagai murid paling cool di sekolah itu dan di setiap gerak geriknya mampu menghipnotis para kaum hawa, dan Tasya seorang wanita yg gak jelas juga sifatnya, namun ia pintar. Hampir semua wanita mengidolakan Reza kcuali aku. Dan Tasya adalah salah satu orang yg beruntung dapat pacaran dengan Reza, dan kini mereka putus, berita itupun langsung melejit. Jika di twitter itu bisa di namakan top tweet hari ini, karna sepanjang aku berjalan bersama Tasya melewati koridor sekolah, semua membicarakan hal itu. Tasya jadi minder mendengarnya.
***
Aku melirik handphone ku ketika ku dapati ada sebuah sms masuk. Setelah ku buka disitu terpampang jelas nama Morgan.
Rasa gembira sesaat menyelimutiku ketika mengetahui dirinya mengsms ku. Sebuah kata-kata singkat namun mampu membuatku terseyum gak jelas seperti ini.
Boleh tanya sesuatu gak?
Itulah isi pesan dari Morgan, yap hanya itu.. Namun mengapa aku segembira ini. Secepat mungkin aku langsung membalasnya.
Nanya apa..
Klikk.. Stelah memencet keypad di handphoneku aku langsung memencet tombol send dan sms itu pun terkirim untuk Morgan.
Tak usah menunggu lama Morgan sudah kembali membalasnya.
Kabar Tasya putus sama Reza bener yah?
Itulah balasannya. Tasya? Malah Tasya yg ia tanyakan, apa tak ada pertanyaan mengenai diriku. Ahh sudahlah memang aku tau bahwa ia tak pernah menganggapku.
Iy
Balasku singkat. Ia tak membalas lagi. Morgan mengsms ku hanya dikala ia butuh, bahkan kurasa ini adalah kali pertama ia meng sms ku duluan. Biasanya aku yg slalu mengsms nya, hm cuma sekedar basa basi seperti mengirim status di facebook atau twitter gitu, dan ia membalasnya.
***
Tak terasa hari ini adalah hari pembagian raport. Bunda bersiap untuk pergi ke sekolahku. Perasaanku mulai tak karuan takut-takut nilaiku jelek. Namun aku berusaha menenangkan diri, karna biar gini-gini aku juga gak bego-bego banget kok.
***
Bunda melirik nilai raportku dan tersenyum tipis ke arahku.
"Lebih giat belajar katanya."
Ia mengusap kepalaku lembut dengan senyuman yg masih mengembang di bibirnya. Akupun membalas senyumannya.
"Icha janji bakal lebih giat belajar deh, kan udah naik kelas 3 hehe.."
"Cha? Gimana raportnya?" Seseorang menepuk akrab pundakku.
Aku menengok ke arahnya dan ku dapati sesosok yg sangat tak asing bagiku sedang tersenyum bangga.
"Begitulah, gak bagus tapi gak jelek juga, hehe. Oh iya congratulate yah lo juara kelas kali ini." Aku mengulurkan tangaku padanya. Dia meyambut uluran tanganku.
"Makanya jangan males."
"Ia bu guru.." Ledekku.
Ia pun tertawa. Tasya, yaa dia memang siswa yg pandai. Buktinya kali ini dia berhasil mendapatkan kembali nobat juara kelasnya itu. Aku bangga mempunyai teman sepertinya.
***
Bolak bali gak karuan, itulah yg sedang di lakukannya. Sambil menggaruk kepalanya yg tak gatal ia masih terus mondar-mandir.
"Gue musti bilang apa ke Icha, lagi tadi kenapa gue musti jawab iya sih?"
Ia menjambak rambutnya kasar dan menggigit bibir bawahnya. Ia masih terus bolak balik gak jelas. Entah apa yg di fikirkannya yg jelas ia terlihat sedang stres sekali.
***
Baru saja aku memasuki sekolah ini aku melihat ada keramaian sedang menggerumuti area mading. Desas desis anak-anak terdengar kurang jelas di kupingku. Karna penasaran akupun menghampiri mading dan melihat apa yg sedang di lihat mereka.
Mantan si ganteng maut sekarang ngegaet Morgan.
Jlepp..
Apa maksudnya itu, siapa yg di maksud olehnya. Tasya maksudnya? Oh no gak mungkin, itu cuma gosip kan gak mungkin, Tasya gak mungkin tega begitu sama aku. Tapi... bukankah Tasya tak pernah mengetahui sesungguhnya. Bukankah kini yg Tasya tau aku sudah tak suka dengan Morgan.
Sejuta pertanyaan tersimpan di benakku. Ingin rasanya aku menanyakan semua yg sesungguhnya pada Tasya. Akupun langsung berlari kecil menuju kelas dan kudapati Tasya sedang bingung.
"Sya, elo.." Ucapanku menggantung sambil menatap Tasya tajam. Sontak Tasya langsung memeluku dan terlihat dari matanya seperti rasa bersalah yg begitu berlimpah.
"Icha gue minta maaf." Tasya langsung menghambur dalam pelukanku.
"L..lohh.. Kenapa harus minta maaf, gue gak marah kok. Kan gue pernah bilang kalo.." Aku menelan ludah sejenak karna aku pun tak mampu berbicaranya. Tapi aku harus kuat, aku harus mampu menahan keluarnya air mata ini di depan Tasya. "Gue udah gak suka sama dia, kalo lo suka ya ambil aja." Aku tersenyum ke arah Tasya. Tasya menatap mataku tajam seolah-olah hendak membaca isi mataku. Akupun segera mengalihkan pandangan dan pura-pura ada urusan.
"Sya, gue mau ke perpus bentar yah, mau minjem novel."
Aku langsung berlari kecil menghampiri pintu setelah Tasya mengangguk pelan. Sepanjang koridor ini aku juga harus mampu menahan air mata ini, hingga akhirnya aku sampai di toilet, rasanya aku sudah tak bisa menahannya lagi. Air mataku tumpah ruah disana, aku mengambil beberapa tisyu untuk mengelapnya. Namun aku tak mungkin harus berdiam di toilet ini terus.
Akupun mencoba merapihkan diriku yg acak-acakan karna habis menangis.
***
Hari ini adalah tepat dimana aku harus keluar dari panti asuhan. Karna umurku sudah menginjak 17 tahun lebih seminggu malah. Namun aku belum siap, aku harus keluar dalam keadaan seperti ini? Dan lagi aku juga baru di pecat dari toko buku. Jadi aku harus tinggal dimana?
Akhirnya ku langkahkan kakiku keluar panti tapa arah dan tujuan. Pasti kalian mengira segitu kejamkah pantiku hingga tidak bisa mengerti diriku? Tapi memang gitu peraturannya. Donatur akan tetap membiayai sekolahku hingga aku lulus SMA. Walaupun aku sudah tidak tinggal di panti lagi.
Aku berjalan menyebrangi jalan raya dengan tatapan kosong dan pikiran menumpuk. Tanpa kusadari aku hampir saja di tabrak oleh sebuah motor ninja warna merah.
Ciitttt.. Orang itu ngerem mendadak seketika melihatku hampir tertabrak. Namun ekspresi mukaku masih datar tak peduli nyawaku hampir melayang.
"Ehh kalo mau mati gak gini caranya!" Omelnya namun aku tak menggubrisnya. Aku kembali berjalan dengan tanpa tujuan. Namun motor tadi mengikutiku dan mensejajarkan kemudinya hingga berjalan disebelahku.
"Icha? Are you ok?" Tanyanya khawatir yg ternyata orang yg aku kenal.
"I'm fine."
"Are you serious?" Tanyanya lagi tak percaya.
"Masalah gitu buat lo? Mau gue baik atau enggak ini kan bukan urusan lo!" Bentaku karna emosi.
"Lah kenapa jadi ngomel-ngomel. Gue tau, lo lagi patah hati kan? Ciee broken heart.." Ldeknya sambil tersenyum jail dan menunjukan sederet gigi berbehelnya.
Aku langsung terperangah kaget dan menatapnya serius.
"Bukan urusan lo, NGERTI!" Ucapku tegas. Ia pun membuka helmnya dan turun dari motornya. Ia menarik tanganku lembut dan sontak aku berbalik ke arahnya.
"Kalo lo patah hati, bukan berarti kehidupan lo berhenti. Mungkin dia emang bukan jodoh lo, Tuhan udah bikin rencana dan takdir laen buat lo!" Ucapnya bijak.
"Tau apa lo tentang takdir? Apa lo bisa nafsirin takdir gue yg acak kadut ini? Apa lo bisa ngebayangin menderitanya jadi gue!"
"Icha! Cuma karna patah hati lo bilang takdir lo menderita. Hidup lo gak berhenti nyampe sini Cha." Ia menatap mataku tajam sedang aku masih tertinduk lesu. Akupun mengangkat kepalaku dan meluapkan isi hatiku padanya.
"Bisma! Bukan karna itu gue jadi begini, coba lo bayangin seandainya lo jadi gue, seorang anak panti asuhan yg gak jelas siapa orang tuanya, dan bersekolah pun karna bantuan seorang donatur. Sekarang gue harus keuar dari panti, disaat gue di pecat dari pekerjaan gue, serta disaat hati gue lagi berkecamuk. Apa itu gak menderita?" Ungkapku sambil setengah berteriak. Bisma, yaa dia Bisma langsung menatapku tajam.
"Lo pikir kehidupan orang lain itu lebih baik dari lo! Lo salah Cha, lo buka mata lo dan liat yg sebenarnya. Lihat para gelandangan di jalan, mereka gak punya tempat tinggal. Dan jika selama ini lo bertemen sama anak para seorang pengusaha sukses yg lo kira hidupnya juga bahagia lo salah lagi Cha! Mereka emang punya segalanya, tapi orang tuanya jarang ada waktu untuk mereka." Bisma menghela nafas sebentar kemudian melanjutkannya lagi. "Sekarang gue tanya, apa selama lo main ke rumah Tasya, pernah lo liat dia lagi ngumpul sama seluruh anggota keluarganya? Gak kan? Orang tuanya selalu sibuk. So, hidup mereka juga gak jauh lebih sempurna dari lo!" Ucapnya panjang.
"Tapi seenggaknya mereka tau orang tuanya siapa, sedangkan gue, luntang lantung gak jelas kayak begini."
"Icha lo inget? Orang tua lo adalah orang yg selama ini ngurus dan ngerawat lo dengan kasih sayang dan cinta. Yaitu bunda lo! Lo tuh masih beruntung Cha tiap hari selalu di perhatiin, masih bisa becanda sama bunda, sedangkan gue? Hidup gue itu lebih sulit di tafsirin, gue sendiri aja gak ngerti sama jalan kehidupan ini. Tapi gue tetep tegar, gue masih bisa tersenyum dan tertawa lepas tanpa ada kepalsuan."
Aku terhenyak mendengar kata-kata Bisma barusan. Dia bilang hidupnya juga sulit di tafsirkan apa maksudnya? Bukankah dia orang kaya yg hidup enak?
"Maksud lo gimana?" Tanyaku bingung.
"Lo gak ngerti kan? Yah sama gue sendiri aja gak ngerti, nyokap gue emang sayang banget sama gue, tapi bokap gue? Dari kecil dia selalu sensi sama gue, bahkan gue aja baru tau ternyata dia bukan bokap kandung gue seminggu yg lalu." Jelas Bisma. Aku langsung tertegun, seminggu yg lalu? Tapi kulihat ia tidak pernah mengeluh atau bersedih, bagaimana bisa? Sekuat itukah dirinya?
Dengan refleks akupun langsung menghambur ke pelukannya.
"Ajarin gue menerima kenyataan yaa.." Bisikku pelan, ia pun mengangguk.
"Lo juga harus bisa mensyukuri nikmat, jangan sia-sia ini sesuatu. Sekolah udah enak lo gak bayar, tapi lo nya males. Ubah yaa semua sikap buruk lo itu." Bisiknya pula. Akupun melepaskan pelukanku.
"Tapi, gue tinggal dimana?" Aku menggaruk kepalaku yg tak gatal seraya bingung. Tiba-tiba Bisma mengulurkan sebuah kunci.
"Tinggal di apartemen gue aja." Ucapnya sambil memberiku kunci.
"Tapi nanti.."
"Syutt. Gpp kok." Ia menutup mulutku dengan telunjuknya. "Tapi lo harus janji sama gue bahwa lo bisa jadi orang berhasil, manfaatin kesempatan ini." Lanjutnya.
***
Sesampai di apartemen milik Bisma aku langsung merebahkan diri di kasur yg empuk itu. Tak lama kemudian ada yg mengetuk pintu. Akupun langsung membukanya, dan ku dapati seorang pria sedang berdiri di hadapanku dengan menggunakan topi yg menutupi sebagian wajahnya. Akupun melirik ke bawah agar wajahnya terlihat, namun ia masih menunduk dan kemudian memainkan gitar yg tadi di bawanya.
Jrengg.. Ia mula memetik gitarnya.
hapus sesal kau lakukan
dan mulai berjalanlah kawan
hentikan tangismu, umbarkan bahagiamu
dan jangan risaukan, hidup adalah rintangan
tak perlu kau takutkan
hadapi dengan senyuman
dan nanti semoga kelak kau rasakan
hidup penuh senyum bahagia inginmu
dan nanti semoga kelak kau dapatkan
adanya wujud khayal yang kau tunggu
tinggalkan buruk lakumu
dan mulailah hidup baik barumu
indah kan kau rasakan
dan bahagia kau dapatkan
mari bernyanyi
dendangkan lagu kami ini
mari menari
lupakan sakit di hati
dan nanti semoga kelak kau rasakan
hidup penuh senyum bahagia inginmu
dan nanti semoga kelak kau lakukan
ubah semua lebih baik untukmu
dan waktu kan terus berlalu
takkan bisa lagi tuk menunggu
dan nanti semoga kelak kau rasakan
hidup penuh senyum bahagia inginmu
dan nanti semoga kelak kau dapatkan
adanya wujud khayal yang kau tunggu
Lagu itupun berakhir, lagu apa itu? Banyak sekali kata-kata yg bermaknanya. Namun aku masih penasaran dengan manusia di depanku ini. Ia tak kunjung membuka topinya, masa iya di apartemen sebagus ini ada pengamen? Gak mungkin kan.
"Ngerti maksud lagu itu?" Tanyanya lembut dan kemudian membuka topinya.
"Bisma?! Lo mirip pengamen tau gak sih." Ucapku ngasal.
"Enak aja lo, mana ada pengamen yg ganteng kayak gue gini! Tapi lo tau kan maksud lagu itu?"
"Iya gue ngerti, btw itu lagu siapa?" Aku berjalan memasuki kamarku lagi diikuti Bisma.
"Lagu gue." Ucapnya singkat.
"Masasih? Gak percaya gue."
"Yaudah kalo gak percaya, ehh gue mau balik dulu nih disruh nyokap! Inget, lo numpang disini gak gratis, gue gak minta apa-apa dari lo! Gue cuma mau lo berhasil." Tegasnya dan kemudian pergi.
Aku benar-benar tak percaya sosok diri Bisma sebenarnya. Dia begitu perhatian dan tidak slengean juga, dia sangat mengerti arti kehidupan. Dia juga telah memberiku motivasi lewat setiap perkataan dan lagunya barusan.
***
Kini hari-hari kulewati dengan senyum dan semangat. Aku mati-matian belajar dan menghilangkan rasa malasku. Tasya juga mau membantuku untuk belajar, dia juga ditemani Morgan untuk mengajariku. Bisma juga suka ikut-ikutan, walaupun dia yg maksa aku untuk jadi lebih baik, tapi dia sendiri juga padahal begitu. Gak terlalu pinter.
"Sya yg ini gimana sih gue gak ngerti?" Tanyaku sambil menunjuk salah satu nomor di buku paket matematika.
"Ohh ini, maksudnya kan gini, kalo a X b = ab, tapi kalo a+b=a+b, dia gak bisa disatuin kan gak sejenis." Jelas Tasya dengan tampang jeniusnya.
"Kalo Morgan x Tasya jadinya apaan Sya?" Tanya Bisma ngasal sambil diselingi senyuman jailnya.
"Itusih jodoh Bis. Hehe.." Morgan tertawa dengan bangganya sambil melirik ke arah Tasya. Tasya mencubit kecil tangan Morgan.
"Serius dikit kek!" Omel Tasya. Aku hanya tersenyum tipis melihat kelakuan Morgan yg seperti itu. Jujur sampai detik ini aku masih belum bisa melupakannya, karena dia adalah cinta pertamaku. Namun aku harus mencoba untuk menerima kenyataan ini.
"Ehh Sya sini deh." Bisik Bisma sambil melirik ke Tasya.
"Apaan?" Jawab Tasya spontan.
"Tau gak perbedaan monas sama kamu?" Nada Bisma mulai kelihatan hendak menggombal.
"Gak tau." Jawab Tasya datar.
"Kalo monas milik negara, kalo kamu milik Morgan hehehe.." Bisma tertawa setelah nggombal dan Morganpun tersenyum.
"Ihh Icha diem aja, kenapa? Cemburu yah liat gue gombalin Tasya, yaudah sekarang buat Icha deh." Bisma melirik ke arahku yg sedari tadi pura-pura fokus ke buku. Aku tak menggubris omongan Bisma, aku masih saja melihat soal yg belum ku mengerti.
"Tau gak perbedaan matahari, bulan, sama kamu?" Tanya Bisma kepadaku.
"Gak tau." Jawabku singkat.
"Kalo matahari untuk menerangi bumi dikala siang, bulan menerangi bumi dikala malam, kalo kamu buat nerangin hati aku sepanjang hari.." Ucapnya dengan gaya khasnya itu. Akupun tersenyum namun tak berkata apapun. Jujur aku lagi males becanda.
***
Matahari pagi bersinar begitu terik. Panasnya kini mewarnai suasanai hati selurh murid kelas 3 yg bersiap menerima hasil kelulusannya. Hal itupun yg aku dan kawan-kawan kurasakan. Namun aku yakin bahwa hasilku bisa baik. Karna UN kemarin aku cukup percaya diri dalam megerjakan soalnya, berkat motivasi dari Bisma serta bantuan Tasya dan Morgan yg mau untuk mengajariku.
Entah mengapa rsanya hari ini ada sesuatu yg kurang dalam hidupku. Aku mencoba untuk rilex dan tenang menunggu hasilnya, tapi dimana dia? Mengapa tak ada disini?
"Sya, Bisma mana yaa?" Aku melirik Tasya yg berada disebelahku.
"E..ee..enggak tau." Jawab Tasya gelagapan.
"Kok dari tadi enggak keliatan sih? Ehh itu nyokapnya coba gue tanya deh." Aku langsung berlari kecil menghampiri mamah Bisma yg baru datang di ambang pintu.
Oh iya aku ditemani Bunda untuk mengambil ijasah serta menerima hasil kelulusan. Walaupun aku sudah tidak tinggal di panti lagi tapi segala sesuatu yg aku butuhkan selalu berakhir ke Bunda.
"Permisi tante, Bismanya mana?" Tanyaku sopan pada Mamah Bisma.
"Hm Bisma gak ikut, dia lagi packing buat nerusin kuliahnya keparis. Nanti jam 3 dia kan berangkat."
What? Apa tadi dia bilang? Bisma mau keparis? Bagaimana mungkin ia tidak memberi tahuku? Aku hanya mengangguk kecil setelah mendengar ucapan tante Feni, mamahnya Bisma.
Setelah hasil kelulusan kelar aku langsung menarik Tasya untuk mengantarku ke bandara. Benar saja, hasil kelulusanku cukup memuaskan. Aku berhasil masuk 10 besar siswa yg hasil kelulusannya terbaik. Meski yg no 1 masih Tasya setidaknya aku lebih baik dari kemarin.
"Cha gue ada urusan." Tasya melepaskan tangannya yg sedari tadi kutarik.
"Terus gue sama siapa? Ayodong anter gue udah setengah 3 nih."
"Sama Morgan ajayah." Tasya melirik ke arah Morgan yg sepertinya berjalan menghampiri kami.
"Ehh ada apasih tarik tarikan?" Tanya Morgan ketika baru dateng.
"Anter gue kebandara sekarang!" Aku langsung menarik Morgan. Aku sekarang tak peduli dengan rasa malu atau apalah, yg jelas aku tak mau kehilangan Bisma saat ini. Baru kusadari kalau sesungguhnya aku mencintai Bisma, dia selalu ada untukku, dia selalu menemaniku. Maka dari itu aku harus segera menyusulnya.
***
Sesampainya dibandara aku langsung berlari meninggalkan Morgan dibelakangku. Morganpun berusaha mengejarku. Aku mecari di terminal mana Bisma berada, ku sms tak dibalas, telpon pun tak diangkat.
"Ichaa!!" Panggil Morgan dari belakang. Akupun menengok.
"E12." Ucapnya lagi. Aku langsung berlari keterminal E12.
"Pesawat untuk keberangkatan paris akan segera lepas landas 15 menit lagi. Penumpang diharapkan agar bersiap." Suara operator menggema di bandara itu. Aku langsung berlari sekuat mungkin. Namun pintu penghalang antara pengnjung dan pengantar telah di tutup.
"Pak saya mohon sebentar aja." Aku memohon pada seorang penjaga yg berdiri di perbatasan itu.
"Maaf neng gak bisa."
Akupun hanya pasrah. Namun aku melihat sosok Bisma sedang berjalan menenteng koper. Aku langsung berteriak memanggilnya.
"BISMAA.." Teriakku. Bismapun menengok dan menghampiriku.
"Icha? Kamu kok disini?" Bisma berusaha mengajaku ke areanya namun penjaga masih ngotot gak boleh. "Pak sebentar aja." Mohon Bisma pada penjaga dan akhirnya diijinkan.
"Bis kenapa lo gak bilangs sih sama gue? Jangan pergi dong nanti gue sama siapa? Siapa yg suka nggombalin gue lagi? Siapa yg nanti ngasih gue motivasi lagi?" Ucapku lirih. Bisma lalu menggenggam tanganku.
"Gue harus pergi Cha, kan gue mau menggapai cita-cita gue, kan ada Tasya dan Morgan. Dia ada sama lo skarang." Bisma tersenyum sambil melirik ke arah Morgan.
"Tapi gue gak mau kehilangan lo! Dan gue baru sadar kalo ternyata gue cinta sama lo Bis." Perlahan butiran air mataku mulai mengalir. Dengan lembut Bisma menghapusnya.
"Icha denger gue, Aku hanya pergi pergi tuk sementara, bukan tuk meninggalkanmu selamanya, aku pasti kan kembali pada dirimu tapi kau jangan nakal, aku pasti kembali." Bisma mengangkat kedua pipiku untuk dapat menatap matanya. Aku hanya bisa memandangnya lirih.
"Gue masuk 10 besat nilai kelulusan terbaik Bis." Ucapku lirih.
"Disaat gue kembali, gue mau ngeliat lo bangkit, gue mau ngliat lo berhasil, selamat yah bisa jadi 10 besar nilai kelulusan terbaik." Bisma mengacak-acak poniku dan kemudian memeluk erat tubuhku.
"Kepada seluruh penumpang tujuan paris, pesawat akan lepas landas 5 menit lagi." Suara operator telah berkumandang kembali. Bismapun pergi menjauh dariku. Aku memandangnya dari kejauhan dan kemudian pesawatnya pun lepas landas.
Aku menghampiri Morgan yg setia menungguku di luar. Karna memang tida boleh masuk sama penjaga.
"Udah say good bye nya? Sorry yah Cha, gue sama Tasya gak bilang. Abis gak boleh sama Bisma." Ucap Morgan di perjalanan menuju pulang. Aku menatapnya tajam dengan tatapan sinis. 4 tahun kemudian.
Tak terasa 4 tahun sudah hidupku berjalan tanpa adanya seorang Bisma Karisma. Namun seperti pesannya, aku harus bangkit, aku harus berhasil, dan aku harus menjadi yg terbaik. Kata-kata itu selalu berputar dalam fikiranku dan membuatku bergerak untuk maju, untuk melangkah dan berjalan kedepan. Hingga akhirnya kesuksesan kini telah ku tuai.
Aku kuliah di Universitas Enstraksi Lauda Bandung. (Jangan dicari cz gak bakal ketemu :p). Aku menekuni kuliahku ini di bidang sastra. Aku juga tak tau kenapa hatiku tergoyah dalam bidang ini, padahal aku sama sekali gak terlalu suka sastra. Tapi rasanya itu adalah tantangan dalam hidup. Tasya dan Morgan juga satu kampus denganku. Hanya saja kita beda fakultas. Tasya mengambil fakultas ekonomi, sedangkan Morgan mengambil teknik, anak mesin ceritanya.
Kita memang terpisah, tapi persahabatanku dengan Tasya tidak terpisah pastinya. Morgan sama Tasya juga masih awet sampe sekarang. Sekarang, alhamdulilah aku membiayai kuliahku dengan hasil jerit payahku sendiri. Semuanya berawal dari iseng-iseng ehh malah jadi menguntungkan.
Setelah lulus itukan aku suka iseng nulis, kebetulan Tasya suka ninggalin laptopnya di kosan ku. Sambil iseng aku suka buat-buat artikel atau cerpen yg nantinya bakal aku posting ke majalah. Kan lumayan dapet duit, terus bakatku ini berkembang, karena sering banget baca novel aku jadi merasa tertantang untuk membuat novel. Apalagi tiap hari aku bekerja bersama buku-buku. So aku gak usah ribet-ribet buat nerbitinnya. Kan aku juga kenal sama beberapa penerbit. Setelah beberapa novelku laris di pasaran, ternyata ada salah satu novelku yg dibaca oleh sutradara, hingga akhirnya aku di tawari untuk menulis skenario film atau ftv. Senang bukan main pastinya, dan tentu aku tak menolaknya. Karna gajinya lumayan jadilah aku yg seperti ini.
Hidupku sekarang memang sudah tergolong berkecukupan. Bunda dan anak panti saja sekarang tinggal di rumahku. Namun tak serumah denganku, karna aku juga masih ngekos. Abis dari rumah ke kampus jauh. Jadi aku pulang ke rumah seminggu sekali. Yaa kalo gak ada mata kuliahlah.
Hari ini adalah hari dimana aku di wisuda. Lebih tepatnya ya angkatanku juga. Sampai detik ini aku belum menemukan siapa orang tua kandungku sebenarnya, tapi aku tak mau pusing lah, toh aku sudah menganggap bunda lebih dari sekedar orang tua bagiku. Dia bagaikan malaikat dalam hidupku, jasanya sangatlah besar.
Semua mahasiswa dan para walinya sedang berkumpul di ruangan aula untuk mendengarkan pidato demi pidato dari para pengurus kampus. Dikesempatan ini pula akan di umumkan mahasiswa dengan IP terbaik. Aku berharap jika mahasiswa itu adalah aku, karna Bisma selalu berkata padaku berusahalah untuk menjadi yg terbaik.
Seluruh mahasiswa sastra kini berkumpul di aula. Tak lama kemudian Tasya dan Morgan menghampiriku.
"Loh kalian udah wisudanya?" Tanyaku bingung.
"Udah dong." Tasya tersenyum ke arahku.
"Gimana hasilnya? Bagus gak?"
"Lumayan, cuma bukan the best number one, gue terbaik ke tiga." Ucap Tasya.
"Yahh gpp dong, yg penting lo udah berusaha buat jadi yg terbaik. Kalo lo Gan?" Aku menatap Morgan yg sedari tadi hanya diam.
"Yaa begitulah." Jawabnya singkat.
"Ehh Cha, lo sama Bisma gimana?" Tanya Morgan mengalihkan pembicaraan.
"Gak tau gue juga, kan selama di paris kita lost contac." Jawabku datar.
"Lo belom jadian dong sama Bisma?" Tasyapun ikut bicara. Aku menggeleng pelan.
"Kalo seandainya Bisma gak balik lagi ke sini gimana?" Morgan menatapku serius. Apa maksudnya?
"Bisma pernah bilang sma gue, kalo kita lagi patah hati ataupun orang yg sangat kita cintai pergi, bukan berarti kehidupan ini akan berhenti. Hidup ini akan terus berjalan dengan alurnya, kita harus bisa menyesuaikannya. Jadi walaupun seandainya Bisma gak balik, bukan berarti kehidupan gue berakhir kan. Karna hidup memang saling membutuhkan, tapi bukan berarti mebuat manusia salng ketergantungan." Ucapku sok bijak.
"Ciee, anak sastra kata-katanya gak nahan.." Goda Tasya sambil menyenggol bahuku. Aku trsenyum tpis Tak lama kemudia seorang ketua yayasan sudah berdiri di mimbar tempatnya berpidato. Sambutan, pidato, dan segala jenisnya kudengarkan dari awal. Hingga kini sampailah pada penghujung acara sekaigus sesi yg sangt di tunggu-tunggu oleh para mahasiswa.
"Kini sampailah kita di penghujung acara, saya selaku salah satu dosen di fakultas sastra ini akan mengumumkan mahasiswa dengan nilai IP terbaik yaitu 3,8." Dosen yg bernama pak Andi itu bernafas sejenak. "Dia adalah.." Ia menggantung perkataannya yg membuat seluruh mahasiswa penasara. Perlahan pak Andi membuka mulutnya dan melontarkan sebuah nama yg membuat seisi aula bertepuk tangan.
"Icha Zahra. Silahkan maju kesini."
Aku sempat terperangah mendengarnya. Semua mata yg berada d ruangan itu tertuju padaku. Tasya dan Morgan yg berada di sampingku bersorak dengan bangganya mendengar namaku disebut. Namun aku msih saja bengong karna tak percaya, Bunda langsung memeluku dengan perasaan kagum. Karna geregetan melihatku msih saja diam, Tasya mencubit kecil perutku.
"Icha maju!" Tasya berbisik di kupingku sambil mencubit kecil perutku.
"Ehh.. I..iya." Ucapku masih tak percaya.
Dengan perasaan masih tak percaya aku melangkahkan kakiku menuju panggung aula. Desas desis orang yg berada di sekelilingku mewarnai ruangan itu. Para dosen pun memberikan ucapan selamat kepadaku. Akupun berpidato sebentar untuk mengucapkan terimakasih.
Dengan rasa masih tak percaya, kini aku telah berdiri di mimbar tempat para dosen tadi berpidato.
"Assalamu'alaikum wr wb," Aku bernafas sejenak untuk memberi kesempatan mereka membalas salamku.
"Wala'ikum salam wr wb." Mere serempak membalas salamku.
"Pertama, saya sangat bersyukur atas rahmat yg diberikan Allah pada saya, saya masih belum percaya kalo saya bisa seperti ini. Saya mengucapkan terimakasih pada para dosen yg telah membimbing saya, bunda, ini buat bunda." Aku melirik ke arah bunda yg masih tersenyum bangga. "Dan juga Tasya dan Morgan yg dengan setia mau megajari saya, serta satu lagi. Saya ingin sekali memperlihatkan keberhasilan saya kali ini pada seseorang yg sangat berarti dalam hidup saya. Jika tidak ada dia, saya gak akan mungkin bertahan sampai saat ini, dia mengajarkan ke saya arti pentingnya kehidupan. Dia selalu mendorong saya untuk jadi lebih baik, meski diapun tak jauh lebih baik dari saya. Namun dia tidak ada disni. Dan saya juga ingin kalian semua, mahasiswa yg hadir disni untuk tidak menyerah, saya yakin kalian juga bisa seperti saya. Selama ada kemauan pasti ada jalan." Aku tersenyum dan mengakhiri pidato singkatku itu. Sorak sorai tepukan tangan terdengar begitu meriah ketika aku mulai menuruni panggung aula.
Acara ini pun selesai, kini saatnya poto wisuda. Huhh Tasya enak ada pendampingnya buat foto wisuda, terus aku sama siapa?
"Cha, ayu cepetan kita foto." Tasya menarik paksa tanganku untuk berfoto wisuda.
"Ihh Tasya, elo enak ada pendampingnya buat foto, nah gue sama siapa? Bolehlah minjem bentar si Morgannya." Ucapku ngasal sambil melirik ke arah Morgan.
"Disangka guebarang bisa di pinjem-pinjem, tapi boleh ajasih. Asalkan.." Morgan menggantung kalimatnya dan kemudian melanjutkannya. "Wani piro?" Ia menadahkan tangannya sambil berbicara ala jin yg ada di iklan rokok 76.
"Ahh pada jahat sama gue, yaudahlah nasib kali yah gue foto sendiri." Aku memanyunkan bibirku manja. Namun aku merasa ada yg menyentuh pundaku dari belakang.
"Kan ada gue." Suara itu terdengar serak dikupingku. Suara itu memang agak asing untuk kali ini, namun suara itu begeming sangat familiar di benakku.
Sontak akupun menengok kebelakang dan kudapati seseorang yg sangat kunantikan berdiri di hadapanku. Kaget bukan main pastinya, aku perhatikan seluruh penampilannya dari kepala sampai kaki dan tak sempat berkata apapun aku langsung memeluknya.
"Gue kangen sama lo!" Aku menghambur dipelukannya melontarkan seluruh kerinduanku padanya. Ia tersenyum simpul dan berbisik ditelingaku.
"Gue juga kangen sama lo, di paris gak ada yg bisa gue gombalin." bisiknya sambil tersenyum jahil. Aku melepas pelukanya dan tersenyum sinis. Aku menatap wajahnya yg kulihat sama sekali tak ada yg berubah, ketampanannya msih setia menempel di setiap lekuk wajahnya itu.
"Lo kapan balik? Kenapa gak ngasih tau gue?!" Ku lihat ia mulai menggaruk kepalanya yg tak gatal serta menunjukan wajah innocentnya.
"Kapan yaa? Hadeuh gue mendadak amnesia Cha." Ia, seorang Bisma Karisma. Yap yg kini berdiri di hadapanku mulai tersenyum jail.
"Ihh Bisma gue serius!"
"Hehe, iyadeh iya. Gue udah balik dari seminggu yg lalu. Gue denger sekarang lo jadi penulis skenario film yaa, wahh congrat ya, gak nyangka gue." Aku langsung terkejut mrndengarnya.
"Kenapa gak bilang sama gue?!"
"Gue bingung harus ngomongnya gimana? Abis nope lo gue gak tau, alamat lo juga gue gak tau, tapi Tasya sama Morgan tau kok gue udah balik dari minggu lalu. Malah mereka yg jemput gue di bandara." Jelasnya sambil melirik Morgan dan Tasya.
Akupun ikut menengok ke arah pasangan itu. Aku menatapny secara bergantian.
"Ihh pada ngeselin! Udah ahh gue mau marah." Aku langsung pergi meninggalkan mereka semua dengan langkah gontai serta wajah malas.
Bisma melihatku yg berjalan seperti itu langsung memanggilku.
"Icha tunggu." Ia berlari kecil ke arahku. Kemudian menyodorkan sesuatu.
"Duit lo jatuh." Gubrakk!! Aku langsung terbelalak mendengarnya. Ku keluarkan amarah kesalku pada Bisma.
"Ihh Bisma! Gue kira lo ngejer gue mau minta maaf gitu, nyegah guebiar gak marah gitu. Masa cuma balikin duit!"
"Ihh mau banget apayah di kejer, lagi marah ngomong-ngomong. Childish banget sih." Dengusnya dan aku msih manyun.
"Udah ah jangan manyun, katanya mau foto. Mending makin cakep gitu kalo manyun, nambah jelek iya." Ledeknya lagi. Aku langsung mencubit kecil tangannya.
"Tau ahh, gue gak mau foto sama lo!"
Aku kembali berjalan kedepan tak menghiraukan panggilan Bisma. Bisma lalu menarik tanganku dan membuatku spontan menengok lalau jatuh di pelukannya.
"Kalo guenya mau gimana?" Bisiknya.
"Tapi guenya gak mau!"
"Gue paksa."
"Gue laporin polisi!"
"Gue kagak peduli!"
"Ah ngeselin! Lepasin gue!"
Akupun memberontak dan melepas dekapannya itu. Lalu ia malah ngoceh.
"Icha, lo itu udah bukan anak SMA lagi, kenapa kelakuan lo masih kayak anak-anak sih. Katanya 'The best number one' di sastra, mahasiswa dengan nilai IP terbaik. Ayodong, gue mau tau segimana berhasilnya elo,"
Kata-katanya itu, yaa hal itu yg sangat kurindukan dari sosok manusia kecil dan kurus yg berdiri dihadapanku ini. Masih degan gigi yg berbehelnya itu lagi-lagi ia tersenyum manis ke arahku.
"Abis foto wisuda ikut gue yaa."
***
Foto wisudapun selesai. Bisma langsung mengajaku pergi entah kemana. Di mobilnya ia berbicara banyak padaku tentang pengalamannya di paris, serta akupun menceritakan padanya tentang keadaanku kini.
"Hebat, lo bener-bener nepatin janji yaa." Bisma berdecak kagum mendengar ceritaku.
"Hehe, Icha gituloh." Akupun bersorak menyombongkan diri pada Bisma. Sesaat suasana hening, kemudian Bisma bicara kembali untuk memecah keheningan.
"Cha, lo capek gak sih?"
"Hm, iyasih. Emang kenapa? Mau beliin minum, yaudah beli aja." Jawabku sok tau.
"Bukan, tapi pantesan secara dari tadi tuh lari-larian sih di fikiran gue." Ia tersenyum lagi sehabis gombalannya itu. Hal ini pula yg membuatku sangat merindukannya.
"Ahh, bisa aja lo. Kagak ilang-ilang dah gombalnya."
"Hahaha, scara gombal is my life, ckck." Aku tak menggubris omongannya. Aku mengambil headset dari tasku dan memasangkannya ke telingaku untuk sekedar menghilangkan bete.
Selama kurang lebih 30 menit kita menempuh perjalanan akhirnya Bisma memberhentikan mobilnya di sebuah tempat. Tempat yg sepi, sangat sepi. Tempat ini terletak di pinggir sungai. Namun di sekeliling sungai dihiasi semak-semak. Ditengah-tengahnya terdapat area pasir seperti dari pantai dan disitu ada meja makan untuk dua orang. Di sebuah meja itu sudah ada hidangan yg sepertinya khusus di siapkan.
Bisma dan Aku mulai melangkahkan kaki berjalan ke tempat itu. Pemandangannya semakin indah ketika aku sudah berdiri di depan meja yg sudah di tata rapi.
Berkali-kali aku berdecak kagum melihat ke indahannya. Apa ini Bisma yg membuatnya?
"Ouh, its so verry beauty.." Lagi-lagi aku berdecak kagum melihat pemandangan di danau yg kulihat dari bangku yg ku duduki.
"Lo suka?" Tanya Bisma lembut. Aku mengangguk yakin. "Bentar yah ada yg ketinggalan, gue mau ngambil dulu." Bisma beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menuju mobilnya.
Aku masih terkagum melihat sekeliling tempat ini yg sangatlah indah. Tak lama kemudian Bisma datang kembali, namun ia berhenti sebelum tepat berada di dekatku. Ia menundukan dirinya.
Dentingan suara musik yg sangat indah muncul dari sekeliling tempat itu. Tepatnya dari balik semak-semak. Tak lama kemudian satu-persatu para pemain musik yg di dominasi oleh biola muncul dan memainkan biolanya. Dalam waktu bersamaan, Bismapun bernyanyi dengan diiringi permainan biola.
Menatap indahnya senyuman diwajahmu
Membuat ku terdiam dan terpaku
Mengerti akan hadirnya cinta terindah
Saat kau peluk mesra tubuhku
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Banyak kata
Yang tak mampu kuungkapkan
Kepada dirimu
Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
Disetiap langkah
Yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Sepanjang hidupku
Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
Disetiap langkah
Yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Meski waktu akan mampu
Memanggil seluruh ragaku
Ku ingin kau tau
Kuslalu milikmu
Yang mencintaimu
Sepanjang hidupku
Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
Disetiap langkah
Yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Meski waktu akan mampu
Memanggil seluruh ragaku
Ku ingin kau tau
Kuslalu milikmu
Setelah menyanyikan sebuah lagu yg sangat romantis serta sagat indah di dengar, ia menghampiriku dan berlutut di hadpanku. Suasana di antara kita hening. Pemain biola itu kembali masuk ke dalam semak-semak. Dengan lembut Bisma meraih tanganku.
"Icha Zahra, enggak tau kenapa, di saat gue deket sama lo, rasanya nyaman banget. Meski kadang lo suka nyebelin, tapi jujur gue begitu tertarik sama lo. Maaf kalo lo harus menunggu gue terlalu lama. Tapi kali ini, gue rasa di kesempatan kali ini, gue bakal ngeluarin semua isi hati gue ke elo!" Ungkap Bisma lembut. Kemudian ia berdiri dan msih menggenggam erat tanganku. Dinaikannya tanganku hingga tepat berada di depan dada kami, lalu Bisma melanjutkan kata-katanya.
"Gue suka sama lo, gue juga sayang banget sama lo, lo selalu bisa bikin gue tertawa, gue cinta banget sama lo Cha." Ungkapnya lagi. Wajahnya mulai mendekat ke arahku. Mata kami semakin beradu pandang. Ia berhenti tepat di depan wajahku ketika hidung kami mulai bersentuhan.
"Do you want to be my girlfriend." Bisiknya lembut. Aku mengangguk yakin lalu menjawab. "Yes, I want." Jawabku tak kalah lembut. Spontan Bisma langsung memeluku erat.
"Thanks yaa Cha, tapi gue mau lo tetep kuat kayak sekarang. Gue suka sama Icha yg sekarang, walau sesungguhnya gue suka lo apa adanya.."
__END__
***
Keberhasilan kan kita dapat jika ada kemauan dan niat dari dalam hati kita. Jangan jadikan kelemahanmu sebagai penghalang untuk kita melangkah. Belajarlah dari pengalaman, karna pengalaman adalah guru terbaik dalam hidup. Jangan putus asa dalam menghadapi cobaan. Ingat, jika kita patah hati, atau orang yg kita sayang pergi, bukan berarti kehidupan ini akan berhenti.
